LANGUAGE CONTEXT NAMING SYSTEM BATAK TOBA CULTURE
DOI:
https://doi.org/10.33884/basisupb.v8i2.4493Kata Kunci:
naming system, culture, Batak TobaAbstrak
Nama sebagai bagian dari bahasa yang digunakan sebagai penanda identitas sesorang. Nama juga akan memperlihatkan budaya pemilik nama tersebut. Misalnya, jika mendengar nama Johannes, Markus, Samsul, Pardomuan, Rumondang, Sujono dan Paijo, paling tidak akan memberi gambaran kepada kita agama atau etnik pemilik nama-nama tersebut. Dalam hal ini, penulis akan mencoba mengungkap sistem penamaan pada etnis Batak Toba. Dalam kebudayaan Batak Toba sendiri sistem penamaan diberikan kepada seseorang lebih dari sekali sesuai dengan status individu tersebut. Sejak seseorang lahir hingga meninggal akan memperoleh beberapa nama. tujuan kajian ini adalah untuk mendeskripsikan atau menggambarkan sistem penamaan etnis Batak Toba. Pengumpulan data dilakukan dengan metode cakap, catat, dan rekam. Metode cakap teknik pancing digunakan untuk menggali data dari informan. Data yang telah diperoleh dicatat dan sekaligus direkam. Untuk metode cakap ini penulis memilih dua orang informan yang berusia 62 tahun. Adapun sistem penamaan pada budaya Batak Toba adalah (1) Penamaan pada masa sebelum memperoleh keturunan; (2) Pemberian nama sebelum diberi nama sebenarnya (pranama), (3) Goar Sihadakdanahon (nama sebenarnya/sejak lahir). Dalam goar sihadakdanahon terdapat beberapa contoh penamaan yang diambil dari nama-nama minggu yang terdapat pada Huria Kristen Batak Protestan, khususnya untuk yang menganut agama Kristen. Adapun nama-nama tersebut adalah Trinitatis, Latera, Judika, Rogate, Advent, Exaudi, Sebtu Egatima, Seksagesima, Estomihi, Iavokatif, Renimiscere, Okuli, Palmarum, Quatimodogenic, Parbas II, Nisericordiasdomini, Jubilate, kantate, Ephipanias, dan Pentakosta, (4) Panggoaran (nama dari anak/cucu sulung), (5) Goar-goar (nama julukan), (6) Marga (nama keluarga/kerabat) (7) Penamaan berdasarkan Asal atau tempat lahir.
Referensi
Keraf, Goris. 1985. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia
Kridalaksana, Harimurti. 1983. Kamus Lingustik. Jakarta: Gramedia
Sibarani, Robert. 2004. Antropolinguistik. Medan: Penerbit Poda
Siregar, dkk. (1998). Pemertahanan Bahasa dan Sikap Bahasa: Kasus Masyarakat Bilingual di Medan. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Simanjuntak, D. S. R. (2015). Penerapan Teori Antropolinguistik Modern (Competence, Performance, Indexicality, & Partisipation) Dalam Umpasa Budaya Batak Toba. Jurnal Basis, 2(2), 71–78. http://ejournal.upbatam.ac.id/index.php/basis/article/view/407/265
Simanjuntak, D. S. R., Widayati, D., & Sinar, T. S. (2020). The Understanding of Urug Gedang Village Community toward ‘Kayu’ Lexicon of Pakpakdairi Language. Icels 2019, 115–118. https://doi.org/10.5220/0008994601150118
Wijana, I.D.P. (2014). “Bahasa, Kekuasaan, dan Resistensinya: Studi Tentang Nama-Nama BadanUsaha di Daerah Istimewa Yogyakarta. Humaniora, 26(1), 56-64.